Halo kamu.
Huruf yang terbaur dalam abjad pertama namaku.
Mengingat tentang terhitungnya hari-hari ku yang mulai ber-aroma-kan kamu.
Aku sedikit candu.
Abu-abu mu membuat aku enggan menetap.
Namun segan pergi.
Aku belum paham benar,
Alasanmu menjadikan aku tempat favorit untuk sekedar singgah.
Padahal, lebih dari sekedar mau
Andai aku pucuk terakhirmu
Aku lupa
Pura-pura lupa
Ingin benar-benar lupa
Karena masih ada kupu-kupu lain yang bukan aku
Yang lebih pantas untuk kamu gumamkan
Yang warnanya lebih indah
Terang saja kalau kamu hanya mampir di tempatku.
Sekedar "andai" yang tetap menjadi "andai"
Boleh jadi namamu terbaur dalam abjad pertama nama ku
Tapi mungkin Tuhan membiarkannya hanya terbaur di batas itu
Tidak menjadi bauran awan dan langit dimana semesta membiarkannya menyatu
Teruntuk kamu,
Huruf yang terbaur dalam abjadi pertama namaku
Wednesday, August 28, 2013
Monday, August 26, 2013
Warung Kopi Kamu
"Arep pesen nopo toh mas?"
"Kopi wae, mbak. Yang anget, yang nikmat, yang mantap nggih. Sekiranya yang bisa bikin tenang. Hehe"
"Walah, mas. Niki nggih warung kopi biasa. Kopinya ya sudah gitu-gitu saja rasanya."
"Mboten nopo-nopo lah, mbak. Pokoknya saya bisa kesini, bisa ngopi. Hehe"
:)
Seperti warung kopi,
Filosofi yang tepat untuk menggambarkan sosok kamu yang beberapa hari terakhir ini menjadi pembawa alasan saya untuk tersenyum.
Kamu datang hanya untuk mencium wangi kopi yang membuat pikiranmu tenang sesaat.
Kejenuhan yang membuatmu penat dan dari serta merta kehidupan yang membuatmu ingin mengumpat.
Aku seperti warung kopi kamu.
Tempat kamu berteduh. Singgah. Bersantai ria.
Kamu meletakkan secuil otak berlabel "Jenuh" di balkon depan warungku.
Kamu duduk seperti bernafas lega membuang sial. Bersandar, di tempatku.
Sayangnya, warung kopi saya bukan warung kopi kamu.
Ada saatnya kamu harus pergi.
Kembali pada kehidupanmu yang sebenarnya.
Kembali pada jengkal-jengkal aktivitas yang mungkin kamu cintai mungkin tidak
Pada akhirnya,
Momen kedatangan kamu pada warung kopi saya selalu saya nantikan.
Bisa kamu lihat betapa manisnya senyum saya ketika kamu datang.
Melebihi racikan kopi yang biasa saya buat.
Dan bisa kamu lihat pula,
betapa kaku nya senyum saya ketika kamu kembali pergi.
Bisa kah warung kopi saya menjadi sedikit bagian dari hidupmu ?
Atau kalau boleh, bisakah warung kopi saya menjadi warung kopi kamu ?
Jangan hanya singgah. Jangan hanya bersantai pada ku.
Mari berbagi, mari jadikan Warung Kopi Kita.
"Kopi wae, mbak. Yang anget, yang nikmat, yang mantap nggih. Sekiranya yang bisa bikin tenang. Hehe"
"Walah, mas. Niki nggih warung kopi biasa. Kopinya ya sudah gitu-gitu saja rasanya."
"Mboten nopo-nopo lah, mbak. Pokoknya saya bisa kesini, bisa ngopi. Hehe"
:)
Seperti warung kopi,
Filosofi yang tepat untuk menggambarkan sosok kamu yang beberapa hari terakhir ini menjadi pembawa alasan saya untuk tersenyum.
Kamu datang hanya untuk mencium wangi kopi yang membuat pikiranmu tenang sesaat.
Kejenuhan yang membuatmu penat dan dari serta merta kehidupan yang membuatmu ingin mengumpat.
Aku seperti warung kopi kamu.
Tempat kamu berteduh. Singgah. Bersantai ria.
Kamu meletakkan secuil otak berlabel "Jenuh" di balkon depan warungku.
Kamu duduk seperti bernafas lega membuang sial. Bersandar, di tempatku.
Sayangnya, warung kopi saya bukan warung kopi kamu.
Ada saatnya kamu harus pergi.
Kembali pada kehidupanmu yang sebenarnya.
Kembali pada jengkal-jengkal aktivitas yang mungkin kamu cintai mungkin tidak
Pada akhirnya,
Momen kedatangan kamu pada warung kopi saya selalu saya nantikan.
Bisa kamu lihat betapa manisnya senyum saya ketika kamu datang.
Melebihi racikan kopi yang biasa saya buat.
Dan bisa kamu lihat pula,
betapa kaku nya senyum saya ketika kamu kembali pergi.
Bisa kah warung kopi saya menjadi sedikit bagian dari hidupmu ?
Atau kalau boleh, bisakah warung kopi saya menjadi warung kopi kamu ?
Jangan hanya singgah. Jangan hanya bersantai pada ku.
Mari berbagi, mari jadikan Warung Kopi Kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)